Selasa, 09 April 2013

Hak Asasi Manusia



Sejarah HAM di Indonesia

Sejarah perkembangan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia sudah ada sejak lama. Indonesia adalah negara berdasarkan hukum bukan berdasarkan atas kekuasaan, hal ini dapat kita lihat dengan tegas di dalam penjelasan UUD tahun 1945. Dalam negara hukum mengandung pengertian setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum, tidak ada satu pun yang mempunyai kekebalan dan keistimewaan terhadap hukum.
Salah satu tujuan hukum adalah untuk menciptakan keadilan di tengah-tengah pergaulan masyarakat, sedangkan keadilan adalah salah satu refleksi dari pelaksanaan hak asasi manusia dan hukum adalah keterkaitan yang erat, karena dalam pelaksanaan hak asasi manusia. Keterkaitan antara hak asasi manusia dan hukum adalah keterkaitan yang erat, karena dalam pelaksanaan hak asasi manusia adalah masuk ke dalam persoalan hukum dan harus diatur melalui ketentuan hukum.
Dalam negara kesatuan RI sumber dari tertib hukum adalah Pancasila artinya dalam pembuatan suatu produk hukum haruslah berlandaskan dan sesuai dengan kaedah Pancasila. Sebagai suatu falsafah bangsa Pancasila juga memberikan warna dan arah, bagaimana seharusnya hukum itu diterapkan pada masyarakat sehingga terciptanya suatu pola hidup bermasyarkat sesuai dengan hukum dan Pancasila.
Mengenai persoalan hak asasi manusia dalam pandangan Pancasila bahwa manusia sebagai mahkluk Tuhan ditempatkan dalam keluhuran harkat dan martabatnya dengan kesadaran mengemban kodrat sebagai mahluk individu dan mahkluk sosial yang dikaruniai hak, kebebasan dan kewajiban asasi di dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat haruslah mewujudkan keselarasan hubungan:
  1. Antara manusia dengan penciptanya. 
  2. Antara manusia dengan manusia. 
  3. Antara manusia dengan masyarakat dan negara. 
  4. Antara manusia dengan lingkungannya. 
  5. Antara manusia dalam hubungan antar bangsa.
Maka dapat dilihat kritetia hak asasi manusia menurut Pancasila adalah hak dan kewajiban asasi manusia, dimana hak dan kewajiban asasi ini melekat pada manusia sebagai karunia Tuhan yang mutlak diperlukan dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara berdasrkan Pancasila dan UUD tahun 1945.
Di samping Pancasila sebagai landasan filosofis, perlu dilihat UUD tahun 1945 sebagai landasan konstitusional. Dalam membicarakan UUD tahun 1945 haruslah melihat secara keseluruhan artinya melihat UUD tahun 1945 dari pembukaan, batang tubuh dan penjelasannya. Pembukaan UUD tahun 1945 merupakan sumber motivasi, sumber inspirasi cita-cita hukum, cita-cita moral sebagai staatsfundamental norm Indonesia.
Thomas Hobbes mengatakan bahwa “setiap bangsa cenderung mempertahankan kehidupannya, sehinggga semua kegiatan manusia dan masyarakat manusia digerakkan oleh naluri dasar untuk mempertahankan hidup serta harkat dan martabatnya sebagai manusia dan bangsa”. Pandangannya ini sesuai dengan bangsa Indonesia yang telah menentukan jalan hidupnya sendiri sejak tanggal 17 Agustus 1945 sebagai tonggak sejarah dan indikasi bahwa Indonesia telah melaksanakan prinsip-prinsip HAM, bahkan Indonesia telah melaksanakan prinsip-prinsip HAM, bahkan berperan aktif dalam kancah internasional baik di dalam maupun di luar forum PBB.
Peran Indonesia dalam perjuangan hak asasi internasional sejalan dengan tekad bangsa Inodnesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD tahun 1945 untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia, Indonesia telah aktif dalam usaha menegakkan penghormatan hak-hak asasi manusia di forum internasional sesuai dengan prinsip-prinsip PBB.
Salah satu peran aktif di Indonesia yang penting, setelah diterimanya Universal Declaration of Human Rights oleh negara-negara yang tergabung dalam PBB tahun 1948, adalah diselengarakannya Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955 yang menghasilkan Deklarasi Bandung yang memuat pernyataan sikap negara-negara peserta bertekad untuk menjunjung tinggi:
  1. Penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia yang sesuai dengan tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB 
  2. Penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial semua Negara 
  3. Pengakuan atas persamaan derajat semua ras dan semua bangsa besar dan kecil 
  4. Tidak akan melakukan intervensi dan mempengaruhi urusan dalam negari lain 
  5. Penghormatan atas hak setiap bangsa untuk mempertahankan dirinya baik secara sendiri-sendiri maupun kolektif sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Piagam PBB 
  6. Menghindarkan diri dari penggunaan cara pertahanan kolektif untuk kepentingan tertentu dari sikap kekuatan besar dan menghindarkan diri dari tindak melakukan tekanan terhadap negara lain 
  7. Menahan diri dari tindakan-tindakan atau penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik setiap Negara 
  8. Menyelesaikan segala sengketa internasional dengan cara damai seperti negoisasi, konsiliasi, arbitrase atau pengadilan serta cara-cara lain yang dipilih oleh para pihak sesuai dengan ketentuam Piagam PBB 
  9. Menjunjung tinggi kepentingan timbal balik dan kerjasama internasional. 
  10. Menghormati prinsip keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional.

Bagi bangsa Indonesia pelaksanaan HAM telah tercermin di dalam Pembukaan UUD tahun 1945 dan batang tubuhnya yang menjadi hukum dasar tertulis dan acuan untuk setiap peraturan hukum yang di Indonesia. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD tahun 1945 telah digali dari akar budaya bangsa yang hidup jauh sebelum lahirnya Deklarasi HAM Internasional (The Universal Declaration of Human Rights 1948).
Di dunia ini terdapat perbedaan-perbedaan yang menyolok di berbagai bidang seperti di tingkat internasional dikenal negara maju, negara berkembang dan negara miskin, negara adikuasa dengan dunia ketiga, negara liberal dengan negara komunis dan di tingkat nasional pun terdapat hal-hal yang berbeda.
Dalam konteks Pembukaan UUD tahun 1945 dapat dililhat bahwa berdirinya Negara Republik Indonesia adalah hasil perjuangan untuk menegakkan HAM Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka. Pembukaan UUD tahun 1945 dengan jelas mencerminkan tekad bangsa Indonesia untuk menjunjung tinggi HAM dari penindasan penjajah “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Sesuai dengan rumusan yang tertulis secara eksplisit dan berdasarkan pandangan hidup dalam masyarakat Indonesia tekad melepaskan diri dari penjajahan itu akan diisi dengan upaya-upaya mempertahankan eksistensi bangsa dengan:
  1. Membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melilndungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia 
  2. Memajukan kesejahteraan umum 
  3. Mencerdaskan kehidupan bangsa 
  4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.


Tujuan tersebut dilandasi oleh falsafah hukum yang menjadi landasan hak dan kewajiban asasi seluruh warga negara Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila adalah dasar yang melandasi segala hukum dan kebijaksanaan yang berlaku di negara Republik Indonesia.
Hal ini berarti Pancasila menjadi titik tolak pikir dan tindakan termasuk dalam merumuskan semua peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi HAM. Karena Pancasila merupakan akar filosofis jiwa dan budaya bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku yang memiliki berbagai macam corak budaya. Dasar-dasar pemikiran dan orientasi Pancasila pada hakekatnya bertumpu pada dan nilai-nilai yang terdapat dalam budaya bangsa. Kebudayaan bangsa tersebar di seluruh kepulauan Indonesia yang terdiri dari kebudayaan tradisional yang telah hidup berabad-abad, maupun kebudayaan yang sudah modern yang telah berakulturasi dengan kebudayaan lain. Selain itu, Pancasila juga mempunyai nilai historis yang mencerminkan perjuangan bangsa Indonesia yang panjang dengan pengorbanan baik harta maupun jiwa sejak berdirinya Budi Utomo pada permulaan abad XX (tahun 1908)yang diikuti dengnan berbagai peristiwa sejarah dalam upaya melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Perjuangan yang memperlihatkan dinamika bangsa yang memberikan khas corak yang khas bagi Pancasila sebagai pencerminan bangsa yang ingin kemerdekaan dan kemandirian. Maka Pancasila harus dipegang teguh sebagai prinsip utama.
HAM di Indonesia sebagai pemikiran paradigma tidaklah lahir bersamaan dengan Deklarasi HAM PBB 1948. Bahwa HAM bagi bangsa Indonesia bukan barang asing terbukti dengan terjadinya perdebatan yang terjadi dalam sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Sidang periode pertama BPUPKI terbagai dua yaitu, pertama berlangsung dari tanggal 19 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945. Sidang periode kedua diselenggarakan pada tanggal 10 sampai 16 Juli 1945. Sidang I BPUPKI mendengar pidato Soekarno, Muhammad Yamin, Soepomo, Muhammad Hatta terlihat perbedaan pandangan mereka mengenai konsep-konsep “kebebasan” seperti di negara Barat.
Di lain pihak, Muhammad Hatta khawatir jika jaminan kebebasan tidak dicantumkan dalam UUD, hak-hak masyarakat tidak akan ada artinya dihadapan negara. Kemudian masih pada masa sidang II, terjadi perdebatan langsung antara para tokoh tersebut. Dalam rancangan undang-undang dasar yang sedang dibahas pada waktu itu Muhammad Hatta tidak menemukan pasal tentang HAM dan kebebasan, karena itu beliau angkat bicara,” Saya menginginkan pasal-pasal yang mengakui HAM”.
Namun Soepomo menapik Muhammad Hatta, pasal-pasal tersebut tidak perlu ada karena hanya akan memberikan peluang kepada paham individualisme, perseorangan, padahal kita ingin kekeluargaan, katanya. Dalam perdebatan ini, Soepomo didukung oleh Soekarno sedangkan Muhammad Hatta didukung oleh Muhammad Yamin.
Akhirnya para pendiri Republik Indonesia dengan jiwa besar setuju untuk kompromi. Maka lahirlah pasal 27, pasal 28 dan pasal 29 UUD tahun 1945. Proses perumusan tersebut sekaligus menunjukkan bahwa sejak awal pendekatan musyawarah mufakat sudah muncul sebagai fakta-fakta sejarah yang menyangkut proses penyusunan pasal 28 UUD tahun 1945 diungkapkan oleh Muhammad Yamin. 
 
Di Indonesia HAM telah mendapat tempat dan diatur di dalam:
  1. UUD tahun 1945 
  2. Tap MPR No XVII/MPR/1998 tentang HAM 
  3. Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM 
  4. Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 
  5. Undang-Undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM 
  6. Konvensi Internasional Anti Apartheid dalam Olahraga yang diratifikasi dengan Keputusan Presiden No. 48 tahun 1993 tanggal 26 Mei 1993 
  7. Konvensi tentang Hak-Hak Anak tahun 19998 yang diratifikasi dengan Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990 tanggal 25 Agustus 1990 
  8. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan tahun 1979 yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1984 tanggal 24 Juli 1984. 
  9. Konvensi tentang Hak-Hak Politik Kaum Wanita tahun 1953 yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 68 tahun 1998. 
  10. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman yang Kejam secara Tidak Manusiawi dalam Merendahkan Martabat Manusia Lainnya tahun 1984 yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 5 tanggal 24 September 1998. 
  11. Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 29 tanggal 25 Mei 1999.
Demikianlah perkembangan sejarah HAM di Indonesia.




Pasal – Pasal Dalam
BAB 10A UUD 1945
HAM

BAB XA
HAK ASASI MANUSIA :
Pasal 28A,
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Pasal 28B,
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 28C,
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kese-jahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk mem-bangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

Pasal 28D,
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3) Setiap  warga  negara  berhak  memperoleh   kesem-patan  yang  sama  dalam pemerintahan.
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

Pasal 28E,
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini keper-cayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Pasal 28F,
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Pasal 28G,
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

Pasal 28H,
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.

Pasal 28I,
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemer-dekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan  perlindungan  terhadap  perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.  
 
Pasal 28J,
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Analisis
Peranan HAM di Indonesia belum terlaksana dengan baik dengan banyak nya kasus – kasus di negeri ini yang kacau balau yang di mana mereka yang mempunyai kekuasaan yang lebih bisa mengatur pemerintahan di negeri ini. Peranan Hukum di Indonesia bisa di bilang tidak jelas atau suka suka aparat yang melaksanakan tugas nya, ya banyak kita lihat kasus yang baru terjadi dan sedang hangat di pemberitaan bahwa penembakan di suatu lapas di Cebongan di mana deserang oleh segerombolan pria bersenjata lengkap dan kasus tersebut sedang di usut. Ya kita ketahui para institusi pemerintahan saling mengelak bahwa institusi mereka lah yang tidak bersalah,akhir di ketahuilah bahwa penyerangan tersebut di lakukan oleh institusi yang seharus nya menjaga NKRI. Perilaku tersebut masih di sebut pembelaan berjiwa KORSA  yang di angap membela institusi mereka,itulah yang ke anehan di Negara kita ini bahwa yang seharus nya mengayomi Negara ini dan menjaga masyarakat dari kekacauan yang ada malah bertindak sendiri nya yang bersifat anarkis. Itu berarti belum ada nya rasa keamanan yang tercipta di Negara ini di peranan HAM itu sendri maupun HUKUM di negeri kita ini. Sekian dan Terimakasih.


Daftar Pustaka :